Semua berawal dari awal masuk SMA, kawan-kawan baru serta kawan-kawan lama bersatu menjadi satu dalam nama " murid baru SMA."
"hai...." ucapku kepada kawan sekelasku yang kutemui di depan gerbang sekolah...
"hai.." ucapnya kembali kepadaku. Dia merupakan cewek cantik dengan tinggi 168 cm, berperawakan bohai, namun memiliki kepribadian yang baik banget.. rambutnya yang panjang dan lurus membuatnya seperti model-model terkenal. Namanya itu Anastasya Von Creux, dia masih memiliki keturunan orang Inggris dari ayahnya...
"Tasya.. kamu udah tugas yang diberikan kakak kemarin.. yang soal kebangsaan itu..."
"Udah dong... emang kamu belum????"
"Hehehe... Baru sebagian sih, bantuin aku ya. Please.. " ucapku sambil memegang dan mengayunkan tangan kirinya.
" Dasar, kamu itu ya... Dari kecil sampai sekarang masih belum aja berubah. " tanggapnya sambil pasrah melihatku.
Tasya dan aku merupakan sahabat dari kecil, ayahnya dan ayahku merupakan teman dekat dan merupakan pemilik perusahaan terkemuka di Eropa. Ayahnya Alex Von Creux merupakan CEO dari perusahaan IT terbesar di Eropa, sedangkan ayahku Rudolf Van Jones merupakan direktur dari perusahaan itu. Mereka berdua membangun perusahaannya dari nol hingga menjadi perusahaan IT terbesar.
Tidak herankan aku dan Tasya selalu bersama, ya walaupun aku itu sukanya lebih penyendiri. Daripada Tasya yang tubuhnya bohai, aku itu bisa dikatakan 'biasa'. Mukaku oval, tubuhku nggak langsing kayak Tasya, tinggiku pun hanya 150 cm. Kalau orang lihat aku mereka pasti mengataiku kerdil, sehingga tak jarang aku selalu menyendiri kalau tak ada Tasya.
Pernah waktu kecil aku selalu di ejek hingga dijadikan tempat bully bagi anak-anak yang lainnya, tanpa Tasya yang menolongku waktu itu mungkin aku tak menjadi aku yang sekarang.
"Hei... Angela kenapa melamun??? " aku yang melamun terhenti ketika tanganku di tepuk Tasya.
" Sekarang giliranmu.. "
" Eh?? "
" Cepat berdiri dan berdiri Angel... "
" Oh... Perkenalkan namaku Angela Van Jones. Senang bertemu dengan kalian.. " ucapku dengan senyuman.
" Hei bukannya mereka itu duo putri" "Heh.. duo putri?? Bukannya putri dan pelayan?"
Walaupun omongan mereka bisik-bisik tapi aku dan Tasya mendengar ucapan mereka.
"Tasya sudahlah, biarkanlah mereka berkata apa. Aku sudah biasa dengan ucapan seperti itu" aku menahan Tasya yang marah mendengar ucapan mereka. Dengan menahan emosinya akhirnya Tasya memberikan tatapan tajamnya kepada mereka. Mereka yang yang sadar dengan tatapan Tasya langsung diam dan memalingkan wajah mereka.
Hidupku penuh dengan derita, walaupun uang dapat mengendalikan semua tapi aku tak ingin memanfaatkannya.
Komentar
Posting Komentar